TANGERANG, bantensatu.id – Di ambang selebrasi pergantian tahun, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang mengambil langkah krusial melalui sebuah diskresi kebijakan yang memicu dialektika antara ketertiban publik dan roda ekonomi mikro. Berdasarkan mandat Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor: 400.6.1/9548/SJ, operasional armada pengangkut hasil tambang resmi dihentikan sementara mulai 24 Desember 2025 hingga 4 Januari 2026.
Kebijakan ini bukan sekadar upaya preventif kemacetan, melainkan manifestasi dari tanggung jawab negara dalam menjamin hak dasar warga atas keamanan dan kenyamanan mobilitas selama periode Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Tangerang, Jainudin, menegaskan bahwa langkah ini adalah bentuk manajemen risiko yang terukur.
“Mobilitas manusia pada penghujung tahun mengalami eskalasi yang signifikan. Sinkronisasi antara kebijakan daerah dan pusat ini adalah instrumen untuk meminimalisir anomali lalu lintas serta potensi fatalitas kecelakaan di jalur-jalur krusial,” paparnya dengan nada otoritatif.
Pemkab Tangerang tidak main-main dalam penegakan regulasi ini. Tak hanya sanksi operasional di jalan, ancaman review izin usaha bagi perusahaan penerima hasil tambang menjadi bukti bahwa pemerintah tengah menerapkan pengawasan hulu-ke-hilir yang ketat. Sebanyak 17 pos pantau dan 3 pos utama di Citra Raya, Summarecon, dan PIK telah disiagakan sebagai “benteng” pengawasan.
Aditya (38), Seorang Komuter Harian, merasa kebijakan ini bagaikan koin dengan dua sisi yang kontras. Di satu sisi, ia disambut sebagai napas lega bagi kaum urban, di sisi lain, ia menjadi beban berat bagi para pejuang jalanan.
“Bagi kami yang setiap hari bertaruh nyawa di antara ban-ban raksasa, kebijakan ini adalah kemewahan singkat. Jalanan Tangerang biasanya terasa menyesakkan dan mencekam karena debu serta risiko bersenggolan dengan truk tambang. Jeda ini memberikan kami rasa aman untuk membawa keluarga menikmati liburan tanpa rasa was-was akan ‘blind spot’ truk-truk itu. Ini adalah kado Natal yang nyata bagi keselamatan kami.”
Sementara itu, Di sudut pangkalan yang mulai sepi, Suryono (45), Driver Truk Pengangkut Pasir menatap kemudinya dengan getir.
“Satu hari berhenti berarti satu hari tanpa setoran. Jika sepuluh hari berhenti, dapur kami praktis dingin di saat harga kebutuhan pokok menjelang tahun baru justru naik. Kami paham soal ketertiban, tapi bagi kami, jeda operasional ini adalah masa sulit di mana penghasilan harian yang seharusnya bisa untuk biaya sekolah anak di semester baru nanti, kini harus hilang total,” Curhatnya, pada bantensatu.id.
Suryono berharap ada pertolongan pertama, ketika dirinya sedang berpikir mencari penghasilan yang lain
“Kami berharap ada kompensasi atau kelonggaran bagi kami yang menggantungkan hidup sepenuhnya dari ritase harian.” harapnya.
Langkah Pemkab Tangerang ini mengundang kita untuk merenungkan kembali keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi ekstraktif dengan kualitas hidup masyarakat. Penempatan pos-pos strategis seperti di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) dan Summarecon menunjukkan fokus pemerintah pada titik-titik pusat gravitasi massa.
Masyarakat diimbau untuk turut menjaga kondusivitas. Untuk informasi lebih lanjut atau pelaporan pelanggaran terkait operasional angkutan selama Nataru, warga dapat memantau kanal resmi Dishub Kabupaten Tangerang.
Perayaan Nataru 2025 bukan hanya soal pesta kembang api, melainkan tentang bagaimana sebuah kebijakan mampu memanusiakan ruang publik, meski di baliknya, ada keringat pengemudi yang harus jeda sejenak demi keamanan bersama.( Agam Wijaya)



