SERANG, bantensatu.id – Langit Banten menjelang pergantian tahun 2026 kali ini akan lebih senyap dari biasanya. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten, melalui kebijakan tegas Gubernur Andra Soni, resmi menerbitkan Surat Edaran (SE) Gubernur Banten Nomor 73 Tahun 2025, sebuah regulasi yang membungkus larangan penggunaan, penyimpanan, dan perdagangan kembang api serta petasan secara komprehensif. Kebijakan ini, yang ditetapkan pada 24 Desember 2025, bukan sekadar aturan birokratis, melainkan sebuah ajakan moral untuk merayakan momen pergantian tahun dengan cara yang lebih beradab, aman, dan penuh makna kemanusiaan.
Langkah Pemprov Banten ini berpijak pada dua pilar utama,yakni ketertiban umum dan keselamatan masyarakat. Setiap tahun, euforia perayaan kerap dibayar mahal dengan insiden kebakaran, kecelakaan fatal, hingga trauma psikologis, terutama di area permukiman padat.
“Larangan ini dimaksudkan untuk menciptakan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat yang tetap kondusif,” demikian kutipan esensial dari surat edaran tersebut.
Pemerintah daerah melalui Bupati dan Wali Kota diinstruksikan berkoordinasi dengan TNI-Polri untuk memastikan penegakan hukum berjalan efektif, demi meminimalisir potensi risiko yang tidak diinginkan.
Gubernur Andra Soni secara eksplisit menambahkan dimensi empati dalam kebijakan ini. Larangan tersebut juga dimaknai sebagai wujud solidaritas kemanusiaan atas musibah bencana alam yang menimpa saudara-saudara di wilayah Sumatera. Di tengah duka yang masih membekas, semburat cahaya kembang api yang mahal dan riuh petasan dinilai kurang etis. Pemprov mengajak masyarakat untuk mengalihkan dana perayaan menjadi bentuk kepedulian sosial, merayakan tahun baru dengan kesederhanaan, dan memuliakan nilai-nilai tolong-menolong.
Selain aspek keamanan, kebijakan ini secara tidak langsung juga merangkul isu lingkungan. Edukasi mengenai dampak polusi udara akibat kembang api menjadi relevan. Pembakaran ribuan kembang api secara serentak melepaskan sejumlah besar partikulat halus (PM2.5), sulfur dioksida (SO2), dan logam berat ke atmosfer.
Kabut asap tebal yang dihasilkan dapat memperburuk kualitas udara secara drastis dalam semalam, memicu gangguan pernapasan, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan penderita asma. Kembang api yang seharusnya membawa keceriaan, justru meninggalkan jejak kerusakan ekologis yang nyata.
Di balik niat mulia pemerintah, terselip kisah pilu para pelaku ekonomi musiman. Bagi pedagang kecil, momen tahun baru adalah puncak rezeki tahunan. Larangan total ini bagai petir di siang bolong yang meredupkan harapan mereka. Saipul (45) Seorang pedagang kembang api di Serang mengungkapkan keluhannya dengan nada pasrah
“Kami mengerti soal keselamatan, Pak, Bu Gubernur. Tapi, ini mata pencaharian kami setahun sekali. Dagangan sudah terlanjur distok, modal besar sudah keluar. Kalau dilarang total begini, kami makan apa? Rasanya sedih sekali, rezeki kami seolah ikut meledak hilang bersama larangan ini.” ungkapnya sedih.
Keluhan ini menyoroti kompleksitas kebijakan publik, di mana aspek ketertiban sering kali berbenturan langsung dengan realitas ekonomi masyarakat lapis bawah yang membutuhkan solusi mitigasi yang adil.
Melalui surat edaran ini, Pemprov Banten berharap perayaan Tahun Baru 2026 dapat berlangsung aman, tertib, dan kondusif. Ini adalah momentum bagi seluruh elemen masyarakat, dari tokoh agama, tokoh pemuda, hingga perangkat desa, untuk berperan aktif memberikan pemahaman bahwa substansi perayaan adalah refleksi dan harapan baru, bukan sekadar hura-hura yang minim makna dan berisiko tinggi.
Mari songsong tahun 2026 dengan langit Banten yang bersih, hati yang penuh empati, dan keselamatan yang terjamin untuk semua. (Aji Pangestu)




