Selasa, 30 Desember 2025

Pemprov Banten
per

Pemkot Tangsel Guyur Kompensasi ‘Uang Bau’ Rp6 Miliar untuk 2.044 KK Cipeucang

TPA Cipeucang Serpong Tangsel
Salah satu warga penghuni rumah yang rumahnya nyaris tertimbun sampah
TANGERANG SELATAN, bantensatu.id – Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) secara resmi mengumumkan transformasi skema kompensasi bagi warga terdampak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang. Langkah ini diambil sebagai komitmen moral dan tanggung jawab pemerintah dalam memitigasi dampak lingkungan bagi masyarakat yang selama bertahun-tahun hidup berdampingan dengan gunungan sampah. 
Mulai 1 Januari 2026, sebanyak 2.044 Kepala Keluarga (KK) di sekitar kawasan TPA Cipeucang akan menerima bantuan tunai bulanan sebesar Rp250.000, meningkat tajam dari skema tahunan sebelumnya yang sering dikeluhkan warga karena nominalnya yang dinilai tidak proporsional dengan dampak yang dirasakan. 
Transformasi ini menandai pergeseran paradigma dari pemberian sekali setahun menjadi dukungan rutin bulanan yang lebih berkelanjutan.
Komponen  Skema Lama (2025) Skema Baru (2026)
Frekuensi Tahunan (Sekali Setahun) Bulanan (Setiap Bulan)
Nominal +/- Rp250.000 / Tahun Rp250.000 / Bulan
Total Target 1.444 KK (Awal) 2.044 KK (Diperluas)
Status Anggaran Subsidi Terbatas Alokasi Rutin APBD
Wali Kota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie, menegaskan bahwa kebijakan ini adalah hasil dari dialog panjang antara pemerintah dan masyarakat yang terdampak langsung oleh bau serta risiko kesehatan dari aktivitas pembuangan sampah.
“Kompensasi ini adalah bentuk penghormatan kami terhadap hak warga atas lingkungan yang layak. Kami sadar tidak ada nominal yang bisa menggantikan kenyamanan, namun Rp250.000 per bulan adalah langkah konkret kami untuk membantu meringankan beban biaya kesehatan maupun kebutuhan harian warga sekitar Cipeucang,” ujar Benyamin Davnie. 
Di sisi lain, Rais, perwakilan warga , menyambut haru keputusan ini. 
“Skema bulanan inilah yang kami harapkan sejak lama. Kalau setahun sekali, uangnya langsung habis dan dampaknya tidak terasa sepanjang tahun. Sekarang kami merasa lebih diperhatikan oleh pemerintah,” ungkapnya. 
Pemberian dana kompensasi atau “Uang Bau” ini bukan sekadar bantuan sosial, melainkan instrumen hukum yang diatur dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Berikut alasan strategisnya secara komprehensif:
  1. Ganti Rugi Dampak Negatif: Warga terpapar aroma tidak sedap, lindi, hingga potensi kontaminasi air tanah akibat operasional TPA yang saat ini tengah mengalami status Tanggap Darurat Sampah.
  2. Mitigasi Risiko Kesehatan: Tingginya risiko penyakit saluran pernapasan (ISPA) dan kulit menuntut warga memiliki dana cadangan ekstra untuk biaya pengobatan mandiri.
  3. Keadilan Sosial: Dengan volume sampah yang mencapai 1.000 ton per hari, warga Cipeucang adalah pihak yang paling berkorban demi kebersihan 1,3 juta penduduk Tangsel lainnya.
  4. Menjaga Kondusivitas Wilayah: Pemberian kompensasi yang adil terbukti mampu meredam gejolak sosial dan demonstrasi yang kerap berujung pada penutupan akses TPA oleh warga. 
Kronologi Penguatan Kebijakan
  • November 2025: Protes warga memuncak terkait kecilnya dana kompensasi tahunan.
  • 10 Desember 2025: TPA Cipeucang sempat ditutup sementara karena kapasitas berlebih, memicu penumpukan sampah di jalanan kota.
  • 24 Desember 2025: Pemkot Tangsel menetapkan Status Tanggap Darurat dan mulai menyusun skema kompensasi bulanan untuk 2.044 KK.
  • Januari 2026: Pendistribusian perdana dana kompensasi Rp250.000 per bulan melalui rekening warga yang terverifikasi. 
Kebijakan kompensasi di Tangerang Selatan bukanlah sekadar angka yang tertera di atas kertas kerja pemerintah. Ia adalah janji atas kesejahteraan, sebuah kontrak sosial yang menaruh harapan jutaan jiwa di tengah kerasnya dinamika ekonomi 2026.
Kini, bola panas berada di tangan implementasi. Apakah kebijakan ini akan benar-benar menjadi oase bagi dapur para pekerja, atau hanya sekadar fatamorgana di tengah badai inflasi yang kian menderu? Satu hal yang pasti, mata rakyat akan terus mengawal, karena di balik setiap rupiah yang diputuskan, ada martabat dan nafas kehidupan yang sedang dipertaruhkan. Mari kita saksikan bersama, apakah tahun 2026 akan menjadi tahun kebangkitan ekonomi yang inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat di Tanah Jawara.(Dudi Arifin)

Tags

Terkini