Selasa, 30 Desember 2025

Pemprov Banten
per

Menakar Integritas Perwal RT/RW Tangerang di Tengah Erupsi Otoritarianisme

Perwal Rt/Rw
Rapat Paripurna DPRD Kota Tangerang dalam agenda pengesahan Perda pencabutan regulasi urusan pemerintahan serta RT dan RW,pada Rabu (24/12/25 lalu
KOTA TANGERANG, bantensatu.id-Hingga 27 Desember 2025, eskalasi dinamika politik lokal di Kota Tangerang mencapai titik puncaknya melalui restrukturisasi regulasi akar rumput. Pengesahan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pencabutan Perda No. 1 Tahun 2008 dan Perda No. 3 Tahun 2011 pada Rapat Paripurna 24 Desember 2025, menjadi momentum krusial yang menandai pergeseran fundamental dalam tata kelola Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW).
Kota Tangerang secara resmi memasuki era baru tata kelola kewilayahan melalui simplifikasi regulasi yang kini didelegasikan sepenuhnya pada Peraturan Wali Kota (Perwal). Kebijakan ini merombak masa jabatan pengurus RT/RW dari durasi 3 tahun (3 periode) menjadi 5 tahun (2 periode), sebuah langkah yang diklaim sebagai upaya harmonisasi dengan Permendagri No. 18 Tahun 2018.
Wali Kota Tangerang, H. Sachrudin, menegaskan bahwa penyesuaian ini adalah langkah strategis untuk relevansi hukum.
“Pencabutan ini adalah bagian dari penataan regulasi agar produk hukum tetap efektif dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat,” ujarnya.
Senada dengan itu, Wakil Ketua DPRD Kota Tangerang, Arief Wibowo, menjelaskan bahwa pemindahan kewenangan ke level Perwal bertujuan agar administrasi kelurahan lebih fleksibel dan sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Namun, di balik narasi formal tersebut, publik mencermati sebuah ironi besar yang mencederai prinsip demokrasi di tingkat akar rumput.
Reformasi masa jabatan ini dibayangi oleh peristiwa memilukan di Kelurahan Cipadu, di mana 9 Ketua RT dipecat secara sepihak setelah bersikap kritis terhadap kebijakan lurah setempat. Fenomena ini menjadi preseden buruk yang menunjukkan bahwa perpanjangan masa jabatan menjadi 5 tahun berisiko menjadi instrumen kekuasaan jika tidak dibarengi dengan perlindungan terhadap kebebasan berpendapat.
Pemecatan tersebut merupakan indikator nyata dari retaknya hubungan antara penguasa dan rakyatnya. Ketika kritik yang bersifat membangun dibalas dengan pemberhentian paksa, hal ini mencerminkan mentalitas birokrasi yang reaktif dan anti-kritik. Peristiwa ini sempat memicu persaingan di internal DPRD Kota Tangerang, di mana berbagai fraksi berebut panggung untuk menyuarakan aspirasi para Ketua RT tersebut kepada pihak eksekutif guna mengoreksi tindakan otoriter di level kelurahan.
Kronologi Peristiwa dan Transformasi Jabatan
Aspek Perubahan Aturan Lama (Perda 3/2011) Aturan Baru (UU 6/2023 & Perwal 2025) Implikasi Sosial
Masa Jabatan 3 Tahun 5 Tahun Stabilitas kepemimpinan vs risiko stagnasi.
Batas Periode Maksimal 3 Periode Maksimal 2 Periode Kaderisasi pengurus lingkungan.
Dasar Hukum Peraturan Daerah (Perda) Peraturan Wali Kota (Perwal) Birokrasi lebih lincah, namun kontrol DPRD melemah.
Kasus Cipadu Belum Ada Kasus Serupa Pemecatan 9 RT Kritis Alarm bagi penegak hukum atas kesewenang-wenangan.
Peristiwa di Cipadu harus menjadi pembelajaran pahit bagi para penegak hukum. Aparat penegak hukum dan Inspektorat tidak boleh “diam di tempat” atau hanya bertindak secara reaktif menunggu laporan resmi masyarakat (delik aduan). Dalam kasus kesewenang-wenangan birokrasi yang nyata-nyata mencederai hak warga, hukum harus hadir sebagai wasit yang aktif (proaktif).
Dibutuhkan sistem pengawasan yang mampu mendeteksi potensi penyalahgunaan wewenang lurah atau camat dalam mempolitisasi jabatan RT/RW. Tanpa pengawasan yang ketat, perpanjangan masa jabatan menjadi 5 tahun dalam Perwal yang baru dikhawatirkan akan menciptakan “raja-raja kecil” di tingkat kelurahan yang tunduk pada kemauan penguasa, bukan pada kepentingan rakyat.
Transformasi jabatan RT/RW di Kota Tangerang adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, ia menawarkan efisiensi di sisi lain, ia menuntut kedewasaan berpolitik dari para pejabat publik. Pemerintah Kota Tangerang harus membuktikan bahwa Perwal yang sedang disusun mampu menjamin independensi RT/RW, sehingga mereka tidak lagi menjadi korban dari kekuasaan yang alergi terhadap kritik. Keadilan harus tegak, bahkan di gang-gang sempit permukiman rakyat. ( Sobirin Masi)

 

Tags

Terkini