Sabtu, 06 Desember 2025

Normalisasi Balaraja Berujung Runtuhnya Empat Rumah Warga, Dilema Akuntabilitas dan Urgensi Solusi Adil

Normalisasi
Tampak Mushola yang yang terdampak Proyek vital normalisasi saluran irigasi di Desa Saga, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang
KABUPATEN TANGERANG, bantensatu.id – Proyek vital normalisasi saluran irigasi di Desa Saga, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang, yang bertujuan krusial untuk mitigasi bencana banjir musiman, menghadapi tantangan sosio-ekonomi signifikan. Empat unit rumah warga dan satu musala dilaporkan mengalami kerusakan parah hingga roboh sebagai konsekuensi langsung dari aktivitas pengerukan menggunakan alat berat pada akhir November 2025 lalu.
Insiden ini menyoroti kompleksitas eksekusi proyek infrastruktur di area padat pemukiman dan memicu perdebatan mengenai jaminan perlindungan bagi warga terdampak dari kalangan ekonomi bawah.
 Inkonsistensi informasi mengenai kepemilikan proyek memicu kebingungan di tingkat masyarakat, operator alat berat mengklaim proyek ini di bawah kendali Pemerintah Provinsi Banten, sementara pemerintah desa setempat menunjuk Pemerintah Kabupaten Tangerang sebagai pemilik proyek.
“Katanya proyek provinsi. Terus ada lagi bilang proyek kabupaten. Jadi siapa yang tanggung jawab?,” ujar Kamal, salah satu warga terdampak, menyuarakan frustrasi kolektif. Ketiadaan plang proyek resmi dan simpang siurnya informasi ini menciptakan kekosongan akuntabilitas, membuat warga kesulitan menentukan ke mana harus mengajukan klaim ganti rugi yang adil.
Warga menduga kuat, kerusakan hunian mereka diakibatkan oleh getaran masif dari aktivitas ekskavator yang beroperasi terlalu dekat dengan fondasi rumah. Proyek normalisasi tersebut, yang bertujuan mengangkat sedimen di irigasi, kini justru terlihat seperti upaya menegakkan benang basah, reruntuhan bangunan yang ambruk malah menimbun kembali aliran irigasi yang sedang dinormalisasi.
Kamal, seorang sopir transportasi daring, menceritakan detik-detik menegangkan saat putranya menemukan retakan yang mulai melebar menjelang azan Subuh, sesaat sebelum dinding dapur luluh lantak.
Dampak kerugian materiil sangat nyata bagi Kamal dan keluarga terdampak lainnya. Selain kehilangan aset rumah (aset paling berharga bagi masyarakat berpenghasilan rendah-red), kerusakan infrastruktur dasar seperti pipa air terganggu, dan ketidakpastian tempat tinggal menghambat kemampuan mereka untuk mencari nafkah.
Warga terdampak saat ini masih menuntut kejelasan mengenai skema ganti rugi atau bantuan dari Pemerintah Kabupaten Tangerang. Belum ada laporan resmi mengenai realisasi kompensasi yang diterima warga, dan mereka masih dalam ketidakpastian mengenai tempat tinggal mereka.
Insiden di Desa Saga, Balaraja, ini secara tajam mengekspresikan adanya diskrepansi signifikan antara visi makro mitigasi bencana yang dicanangkan pemerintah dengan realitas mikro implementasi proyek di lapangan. Keruntuhan empat rumah warga bukan sekadar kerugian material, melainkan indikator kegagalan dalam manajemen risiko sosial dan minimnya akuntabilitas prosedural.
Ketiadaan kejelasan otoritas penanggung jawab proyek, apakah di bawah Pemprov Banten atau Pemkab Tangerang mengindikasikan adanya kelemahan koordinasi lintas yurisdiksi yang harus segera diinvestigasi. Kasus ini mendesak pemerintah daerah di Kabupaten Tangerang untuk segera mentransformasi pendekatan reaktif menjadi proaktif, memastikan bahwa prinsip keadilan sosial (social justice principle) terinternalisasi dalam setiap tahapan siklus proyek pembangunan.
Hanya dengan menjamin hak dan kompensasi yang adil bagi warga terdampak, kepercayaan publik dapat direstorasi, dan tujuan mulia mitigasi bencana dapat tercapai tanpa menumbalkan masyarakat bawah sebagai variabel yang terabaikan dalam persamaan pembangunan.(Agam Wijaya/ARM)

 

Tags

Terkini