SERANG, bantensatu.id-Kepolisian Daerah (Polda) Banten mengumumkan keberhasilan operasi penertiban aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) atau tambang ilegal yang beroperasi di wilayah hukum Kabupaten Lebak, khususnya di kawasan vital yang masuk dalam zona penyangga Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Dalam sebuah konferensi pers yang digelar di Mapolda Banten, Kamis (4/12/2025), aparat kepolisian merinci kronologi pengungkapan kasus yang berujung pada penutupan sepuluh lokasi tambang dan penangkapan delapan pelaku.
Polda Banten berhasil membongkar dan menutup sepuluh lokasi tambang emas ilegal yang beroperasi tanpa izin resmi dari pemerintah. Operasi ini merupakan bagian dari penegakan hukum terhadap eksploitasi sumber daya alam yang merusak lingkungan.
Delapan orang diamankan sebagai tersangka dalam kasus ini. Para tersangka memiliki peran beragam, mulai dari operator alat berat, penanggung jawab lapangan, hingga pengelola kegiatan. Pihak yang bertindak dalam operasi penangkapan ini adalah jajaran Subdit IV Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Ditreskrimsus Polda Banten, dipimpin langsung oleh jajaran direktur dan disaksikan oleh Kapolda Banten.
Aktivitas ilegal ini telah berlangsung selama beberapa waktu, namun penangkapan dan penutupan lokasi dilakukan dalam rangkaian operasi senyap oleh tim Tipidter selama periode akhir November hingga awal Desember 2025. Konferensi pers pengungkapan dilakukan pada Kamis, 4 Desember 2025.
Lokasi penambangan ilegal tersebut tersebar di beberapa titik di wilayah Kecamatan Lebakgedong dan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten. Area ini diketahui merupakan kawasan hulu sungai dan berada di dalam atau berdekatan dengan zona penyangga vital TNGHS, area konservasi yang dilindungi.
Penertiban ini krusial karena aktivitas tambang ilegal menyebabkan kerusakan ekologis yang masif, termasuk pencemaran air sungai oleh limbah merkuri dan sianida, serta potensi bencana alam seperti longsor dan banjir bandang di kemudian hari. Selain itu, kegiatan ini merugikan negara dari sisi penerimaan pajak dan royalti.
Kasus ini bermula dari informasi intelijen dan laporan masyarakat serta koordinasi dengan pihak Balai TNGHS mengenai maraknya aktivitas pengerukan tanah menggunakan alat berat di area terpencil di Lebak. Tim Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Banten kemudian melakukan penyelidikan mendalam dan pemetaan lokasi.
Setelah memastikan validitas informasi dan mengantongi bukti yang cukup, tim bergerak ke lokasi yang sulit dijangkau. Petugas menemukan para pelaku sedang beraktivitas menggunakan alat berat (ekskavator) untuk mengeruk material yang diduga mengandung bijih emas, serta fasilitas pendukung berupa tenda dan mesin gelondong pengolah emas. Dalam operasi serentak di sepuluh lokasi tersebut, delapan orang pelaku berhasil diamankan tanpa perlawanan berarti.
Dalam acara konferensi pers, Kabid Humas Polda Banten menjelaskan bahwa barang bukti yang diamankan meliputi 3 unit alat berat ekskavator, puluhan karung material tambang, mesin pompa air, genset, dan peralatan pengolahan emas tradisional.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 158 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 3 Tahun 2020, serta kemungkinan jerat pidana tambahan terkait UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda miliaran rupiah. Polda Banten menegaskan komitmennya untuk terus memberantas kegiatan ilegal yang merusak lingkungan di wilayah Banten.(Aji Pangestu/ARM)


