Selasa, 30 Desember 2025

Pemprov Banten
per

 Estetika Ciputat yang Tercederai Kelalaian Ekologis

Pedagang Bunga Cipuatat
CIPUTAT, bantensatu.id – Sepanjang Jalan Ir. H. Juanda, Ciputat (kawasan pasar dan pertokoan bunga dekat flyover Ciputat), sebuah ironi visual dan aromatik tersaji dengan memilukan. Para pedagang bunga, yang setiap harinya menjajakan simbol keindahan dan kebersihan jiwa, kini harus bertarung melawan realitas pahit, yakni  serbuan ribuan lalat yang bersumber dari tumpukan sampah yang tak kunjung tertangani secara tuntas.
Kondisi ini menciptakan kontras yang menyesakkan.
Di satu sisi, kelopak mawar dan melati berusaha memancarkan pesona, namun di sisi lain, aroma pembusukan dan dengung lalat dari limbah domestik serta pasar justru mendominasi atmosfer, mengusir calon pembeli yang enggan mendekat.
Secara saintifik, fenomena ini merupakan konsekuensi logis dari kegagalan manajemen limbah di titik-titik krusial. Tumpukan sampah yang meluap di bahu jalan mengalami proses dekomposisi anaerobik, menghasilkan cairan lindi (leachate) yang menjadi magnet bagi larva lalat (Musca domestica).
Suhu udara yang lembap di akhir tahun 2025 mempercepat siklus hidup serangga ini. Lalat-lalat tersebut berpindah dari material organik yang membusuk menuju kelopak bunga karena tertarik pada kelembapan dan sekresi nektar, yang pada akhirnya merusak nilai estetika serta higienitas komoditas dagangan para penjual bunga.
Sumiyati (54), salah satu pedagang bunga di Jalan Ir. H. Juanda yang telah berjualan selama dua dekade, tak mampu menyembunyikan rasa kecewanya.
“Bunga ini simbol keindahan, tapi sekarang malah jadi tempat lalat hinggap gara-gara sampah di sebelah itu. Pelanggan biasanya turun dari mobil untuk memilih, sekarang mereka hanya lewat sambil menutup hidung. Hati saya sesak melihat bunga mawar yang seharusnya wangi, malah tertutup bau busuk. Kami hanya ingin mencari nafkah dengan cara yang bersih, tapi lingkungan tidak mendukung kami,” ungkapnya dengan suara bergetar.
Di sisi lain, petugas kebersihan yang berjaga di lokasi pembuangan sampah sementara tersebut mengakui adanya ketimpangan antara volume sampah yang masuk dengan frekuensi pengangkutan.
“Kami sudah bekerja maksimal, tapi volume sampah di Ciputat ini luar biasa besar, terutama di penghujung tahun. Armada kami terbatas, dan terkadang akses menuju tempat pembuangan akhir (TPA) mengalami kendala. Kami mengerti keluhan pedagang bunga, namun kami juga berhadapan dengan tumpukan yang terus datang setiap jamnya,” ujar salah satu petugas kebersihan yang enggan disebutkan namanya saat sedang berupaya merapikan ceceran limbah.
Tragedi kecil di Ciputat ini merupakan cerminan dari rapuhnya manajemen sanitasi perkotaan yang berdampak langsung pada ekonomi mikro. Jika tidak segera dilakukan intervensi berupa pengangkutan sampah yang lebih intensif dan sterilisasi kawasan, bukan tidak mungkin ekosistem pedagang bunga legendaris di Ciputat akan luruh, kalah oleh degradasi lingkungan.
Sudah saatnya otoritas terkait melihat bahwa sampah bukan sekadar masalah teknis pembuangan, melainkan ancaman nyata bagi martabat dan kelangsungan hidup para pengais rejeki yang menggantungkan hidup pada keindahan. (Dudi Arifin)

Tags

Terkini