KOTA TANGERANG, bantensatu.id, Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang, melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), mengimplementasikan kebijakan stimulus fiskal melalui program diskon Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 50%. Inisiatif ini merupakan instrumen kebijakan ekonomi lokal yang dirancang untuk mencapai dua tujuan simultan, meringankan beban ekonomi masyarakat dan mendorong percepatan legalitas administrasi pertanahan.
Kepala Bapenda Kota Tangerang, Kiki Wibawa, menjelaskan bahwa program ini menyasar segmen spesifik wajib pajak yang telah memegang sertifikat dari program nasional (PRONA/PTSL/PTKL) namun terkendala dalam pelunasan kewajiban BPHTB. Program ini berlaku hingga 23 Desember 2025.
Keuntungan dan Potensi Kerugian bagi Wajib Pajak:
- Keuntungan Potensial: Wajib pajak dapat merealisasikan penghematan biaya transaksi pertanahan secara signifikan (50%), yang dapat dialokasikan untuk kebutuhan konsumsi atau investasi produktif lainnya. Akselerasi legalitas aset meningkatkan kepastian hukum atas aset.
- Potensi Kerugian/Risiko (Jika Tidak Dimanfaatkan): Wajib pajak yang tidak memanfaatkan tenggat waktu hingga 23 Desember 2025 akan kehilangan manfaat diskon fiskal ini, dan status tanah yang belum lunas BPHTB berpotensi menimbulkan sanksi atau hambatan administratif di masa mendatang.
Secara agregat, kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kontribusi penerimaan daerah secara signifikan, menopang stabilitas fiskal daerah. Pembayaran ini selanjutnya akan berdampak pada peningkatan kualitas pembangunan dan pelayanan publik di Kota Tangerang. Cakupan luas program PRONA/PTSL yang mencapai ribuan bidang tanah menjanjikan potensi pemasukan yang substansial jika tingkat partisipasi masyarakat tinggi.
Pencapaian target pembayaran pajak daerah, termasuk BPHTB, seringkali berkaitan erat dengan sistem insentif internal di lingkungan pemerintahan daerah. Berdasarkan regulasi yang ada di Indonesia (merujuk pada mekanisme bagi hasil pajak daerah atau insentif pemungutan), terdapat potensi adanya “upah pungut” atau bonus yang diterima oleh aparatur sipil negara (ASN) di Bapenda dan instansi terkait jika target pendapatan terpenuhi atau terlampaui. Mekanisme ini, meskipun diatur dalam koridor hukum, seringkali tidak diketahui secara rinci oleh masyarakat umum.
Kebijakan diskon BPHTB 50% oleh Bapenda Kota Tangerang merupakan instrumen fiskal yang cerdas dalam merespons tantangan ekonomi dan administrasi di tingkat lokal. Namun, efektivitas program ini sangat bergantung pada literasi finansial dan kecepatan respons masyarakat. Pertanyaan kritisnya terletak pada mitigasi hambatan administratif di UPT dan Bank BJB selama periode tenggat waktu yang padat.
Selain itu, transparansi penuh mengenai alur dana dan sistem insentif internal (upah pungut) bagi ASN Bapenda menjadi krusial untuk menjaga kepercayaan publik. Kritik membangun ini penting agar niat baik stimulus fiskal tidak hanya terlihat sebagai upaya mencapai target demi bonus kinerja semata, tetapi benar-benar murni berorientasi pada kesejahteraan dan pelayanan publik yang optimal, serta memastikan infrastruktur pelayanan mampu menampung lonjakan permintaan ini secara efisien. (Sobirin Masi/ARM)


