Sabtu, 06 Desember 2025

Eks-Sekda Maman Mauludin Diberhentikan Secara Tidak Hormat Jelang Purnabakti

Pembertian Sekda Cilegon
Kiri kekanan,Maman Mauludin dan Ahmad Aziz Setia Ade Putra. (Foto Istimewa)
CILEGON, bantensatu-Krisis manajemen aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon mencapai puncaknya dengan pemberhentian Maman Mauludin dari jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) per 1 Desember 2025, hanya berselang tujuh bulan dari masa pensiunnya. Keputusan eksekutif ini, yang dieksekusi oleh Wali Kota Cilegon Robinsar, bersandar pada rekomendasi faktual dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) melalui surat bernomor 27455/R-AK.02.03/SDF/2025 tertanggal 19 November 2025, menyusul hasil Uji Kompetensi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama yang menyatakan Maman tidak memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan.
Perjalanan Kasus dan Kronologi Versi Maman
Maman Mauludin, dalam klarifikasi publiknya, membeberkan rentetan peristiwa yang dianggapnya sebagai upaya sistematis untuk melengserkannya sejak Agustus 2025. Ia mengklaim tekanan untuk mundur telah dimulai secara halus oleh Wali Kota sejak 27 Agustus 2025. Puncak persoalan administratif terjadi ketika Maman dijadwalkan mengikuti Uji Kompetensi JPT Pratama sebanyak dua kali, namun ia mangkir dari jadwal tersebut. Maman berdalih bahwa proses tersebut cacat prosedur, mengklaim dirinya tidak dilibatkan dalam mekanisme administratif yang menjadi dasar pelaksanaan uji kompetensi, sehingga merasa tidak ada undang-undang atau regulasi kepegawaian yang secara substansial dilanggarnya. Fasilitas dinasnya, termasuk kendaraan operasional, dikabarkan langsung ditarik pasca-pencopotan.
Wali Kota Cilegon Robinsar membenarkan pencopotan tersebut dan menegaskan bahwa langkah ini telah melalui prosedur yang benar serta sesuai aturan yang berlaku. Robinsar beralasan bahwa ketidakhadiran Maman dalam asesmen merupakan bentuk “pembangkangan” yang berdampak langsung pada terhambatnya kinerja dan pelayanan publik di Pemkot Cilegon. Dalam sebuah pernyataan, Robinsar menekankan: “Menghambat pelayanan publik demi satu orang, saya lebih berdosa”. Posisi Sekda yang kosong kini diisi sementara oleh Ahmad Aziz Setia Ade Putra sebagai Pelaksana Tugas (Plt).
Fraksi Gerindra Persoalkan Etika dan Prosedural Pencopotan Sekda Maman Mauludin
Di ranah legislatif, Fraksi Gerindra DPRD Cilegon menjadi salah satu pihak yang menyoroti kejanggalan dalam proses pemberhentian tersebut, menilai pencopotan Maman sarat kepentingan politis dan cacat prosedur. Mereka menganggap proses ini tidak wajar, terutama mengingat masa purnabakti Maman yang sudah dekat. Ancaman faktual yang terjadi dalam dinamika ini adalah potensi destabilisasi birokrasi akibat friksi antara eksekutif dan ASN senior, serta preseden buruk terhadap jaminan perlindungan karier ASN dari intervensi politis praktis.
Keputusan Wali Kota Cilegon Robinsar memberhentikan Maman Mauludin dari jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) memicu reaksi keras dari kalangan legislatif. Fraksi Gerindra DPRD Cilegon secara eksplisit menyatakan keberatan terhadap aspek etis dan prosedural kebijakan tersebut, terutama mengingat momentum pencopotan yang hanya berselang delapan bulan menjelang purnabakti Maman.
Sekretaris Fraksi Gerindra, Ahmad Aflahul Aziz, menyampaikan kepada awak media pada Selasa (2/12/2025) lalu. Ia menyoroti akselerasi kebijakan eksekutif yang dinilai tergesa-gesa dan minim pertimbangan humanis.
“Langkah yang diambil saat ini terkesan terlalu cepat. Biar bagaimanapun beliau banyak memberikan kontribusi banyak bagi Kota Cilegon.Terkesan tidak memanusiakan manusia, meskipun aturan dan ketentuan sudah ditempuh dan ASN tunduk dan patuh terhadap atasan,” ujar Aziz.
Lebih lanjut, Aziz mengemukakan adanya indikasi minimnya koordinasi antar lembaga penyelenggara pemerintahan. Ia merasa bahwa tindakan Wali Kota seolah mengabaikan peran DPRD Cilegon sebagai mitra legislatif dengan tidak adanya informasi maupun tembusan resmi terkait keputusan krusial pemberhentian Sekda.
“Posisi DPRD sebagai salah satu penyelenggara pemerintahan, lalu sudahkah diberikan tembusan kami di DPRD baik di level pimpinan ataupun anggota?,” tanya Aziz, mempertanyakan transparansi dalam tata kelola kepegawaian JPT Pratama di lingkungan Pemkot Cilegon.
Meskipun demikian, Aziz berharap fundamental dari kebijakan ini tetap berpijak pada profesionalitas dan kebutuhan objektif birokrasi, bukan didasarkan pada motif politik praktis yang berpotensi mengganggu stabilitas administrasi publik.
“Posisi Sekda merupakan posisi yang sangat penting bagi jalannya roda pemerintahan. Untuk itu saya berharap dengan adanya kebijakan krusial ini bisa membawa dampak positif bagi pemerintah terutama dalam upaya melayani masyarakat serta meningkatkan performa kerja pemerintah. Terlepas dari semua, saya berharap pergantian Sekda ini membawa arah baik bagi Kota Cilegon ke depan,” tutupnya, mengakhiri pernyataan dengan harapan agar transisi kepemimpinan di kursi Sekda Cilegon dapat membawa perbaikan signifikan bagi pelayanan publik daerah.
Hingga hari ini (5 Desember 2025), Maman Mauludin mengaku belum menerima Surat Keputusan (SK) resmi pemberhentian dari Kemendagri, sehingga status kepegawaiannya masih menggantung dan belum jelas. Situasi ini memicu ketidakpuasan di kubu Maman, dengan adanya ancaman potensial aksi unjuk rasa dari para pendukungnya untuk memprotes keputusan Wali Kota yang dinilai sepihak dan tidak prosedural.
Kejadian ini sontak memantik perdebatan di ranah birokrasi dan politik lokal. Seorang pengamat bahkan menyebut pencopotan Maman sudah tepat karena dinilai gagal sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Di sisi lain, Maman masih menunggu SK resmi pemberhentian sebelum menentukan langkah hukum selanjutnya, mengindikasikan potensi gugatan hukum di masa mendatang.

Kasus ini menjadi preseden penting, menguji sejauh mana diskresi kepala daerah dapat diterapkan dalam penataan kepegawaian versus perlindungan hak-hak ASN berdasarkan regulasi yang ditetapkan oleh BKN dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Akankah keputusan ini menjadi yurisprudensi yang memperkuat otoritas kepala daerah, atau justru membuka celah intervensi hukum yang mengganggu iklim administrasi pemerintahan yang sehat? Perhatian dari masyarakat umum, eksekutif, legislatif, yudikatif, hingga pejabat tinggi kementerian dan presiden sangat dinantikan dalam mengawal transparansi dan keadilan dalam tata kelola pemerintahan daerah.(Arief HIdayat/ARM)

Tags

Terkini