CILEGON. bantensatu.id— Administrasi pemerintahan Kota Cilegon mengalami transisi kepemimpinan puncak setelah Maman Mauludin resmi dibebastugaskan dari jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) per Senin, 1 Desember 2025. Keputusan eksekutif ini diimplementasikan melalui surat diskresi yang ditandatangani langsung oleh Wali Kota Cilegon, Robinsar.
Sebagai respons cepat terhadap kekosongan struktural, posisi Sekda untuk sementara waktu diampu oleh Pelaksana Tugas (Plt.) Ahmad Aziz Satia Ade Putra. Penunjukan ini termaktub dalam Surat Perintah Pelaksana Tugas Nomor:800.1.3.1/2675-BKPSDM, dengan masa penugasan efektif terhitung sejak 1 Desember 2025 hingga 1 Maret 2026.
Wali Kota Cilegon Robinsar, dalam konferensi pers yang digelar Selasa, 2 Desember 2025, memaparkan justifikasi rasional di balik keputusan krusial tersebut. Robinsar menegaskan bahwa proses pemberhentian telah melalui tahapan komprehensif dan berdasarkan kepatuhan terhadap regulasi kepegawaian negara.
“Prosedur tahapan telah berjalan panjang, dan kami telah menjalankan segala bentuk masukan serta rekomendasi dari BKN. Keputusan final ini diambil berdasarkan rekomendasi BKN untuk membebas tugaskan Pak Maman,” papar Robinsar di Kantor Wali Kota Cilegon.
Titik krusial yang menjadi landasan formal pemberhentian adalah ketiadaan partisipasi Maman Mauludin dalam proses asesmen atau uji kompetensi yang diselenggarakan oleh Pemkot Cilegon untuk seluruh pejabat eselon II. Robinsar, yang juga merupakan politisi Partai Golkar, merinci ketidakhadiran Maman dalam tahapan esensial tersebut.
“Pak Sekda kami lakukan panggilan wawancara 2 kali, beliau selalu tidak hadir dan itu jadi landasan penilaian. Kalau bahasa BKN itu kita tidak bisa memberikan penilaian karena tidak ada hasil dari uji kompetensi yang dilakukan.”ujar Robinsar lagi.
Wali Kota mengklaim telah melakukan upaya persuasif secara personal, termasuk mengingatkan Maman via pesan singkat WhatsApp menjelang jadwal uji kompetensi kedua. Meskipun Maman merespons dengan konfirmasi kehadiran, realisasi di lapangan menunjukkan ketidakhadirannya tanpa adanya izin formal yang terdokumentasi.
Robinsar menekankan bahwa pembebasan tugas tersebut bersifat profesional dan sangat mendesak (urgent) demi optimalisasi kinerja pemerintahan, meskipun Maman akan segera memasuki masa pensiun dalam beberapa bulan ke depan.
Sementara itu, Plt. Sekda Ahmad Aziz Satia Ade Putra menyatakan komitmennya untuk mengkoordinasikan seluruh unit JPT dalam rangka mensinergikan dan mengeksekusi program prioritas serta janji politis Wali Kota dalam sisa masa jabatan yang tersisa.
Secara administratif, salah satu dokumen fundamental yang menjadi dasar hukum pemberhentian Maman adalah Berita Acara Ketidakhadiran Peserta Dalam Tahapan Wawancara Uji Kompetensi, Mutasi/Rotasi JPT di Lingkungan Kota Cilegon Nomor:800.1.3/026/PANSELX/2025.
Keputusan eksekutif yang didasarkan pada absennya seorang pejabat tinggi dalam asesmen kompetensi ini membuka diskursus mendalam mengenai etika birokrasi dan supremasi aturan. Di satu sisi, ketaatan pada prosedur formal BKN menjadi imperatif dalam manajemen ASN yang profesional. Di sisi lain, timing pemberhentian yang sangat berdekatan dengan masa purnabakti menimbulkan pertanyaan fundamental mengenai aspek humanisme dan stabilitas politik lokal.
Apakah tindakan tegas Wali Kota Robinsar ini merupakan langkah reformasi birokrasi yang diperlukan untuk percepatan kinerja, ataukah justru preseden buruk yang mengindikasikan adanya intervensi politis yang mengangkangi prinsip netralitas ASN?
Kasus ini kini menjadi sorotan tajam, menguji independensi sistem kepegawaian daerah dan menuntut perhatian serius dari Kemendagri hingga instansi kepresidenan untuk memastikan keadilan administratif ditegakkan secara objektif.(Arief Hidayat/ARM)


